Bahasa
Indonesia adalah bahasa nasional, yaitu bahasa yang menjadi pemersatu bangsa
Indonesia yang memiliki banyak bahasa daerah. Selain itu, bahasa Indonesia juga
merupakan bahasa pengantar dalam pendidikan, maksudnya bahasa Indonesia
digunakan dalam proses pembelajaran, baik di sekolah maupun di perguruan tinggi
yang ada di Indonesia. Dari penjelasan ini, sebagai bangsa Indonesia khususnya
pemuda Indonesia, kita seharusnya mencintai, melestarikan, dan menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Penggunaan
bahasa Indonesia juga harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan, baik itu
bahasa formal maupun nonformal. Bahasa formal digunakan dalam lingkungan-lingkungan
tertentu, misalnya pada acara-acara resmi baik itu berupa diskusi, debat,
maupun rapat. Sedangkan bahasa nonformal digunakan ketika berada di lingkungan
masyarakat yang kesehariannya biasa menggunakan bahasa daerah atau bahasa
Indonesia yang sifatnya tidak formal. Bahasa Indonesia yang tidak formal
tersebut seharusnya tidak terlepas dari kaidah bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
Pemuda sekarang, khususnya yang
tinggal di daerah-daerah, banyak yang tidak fasih dalam berbahasa Indonesia.
Hal ini bisa dikatakan lumrah karena kebanyakan pemuda yang berasal dari
daerah-daerah tertentu, masih terpengaruh oleh bahasa daerah mereka. Sehingga
dalam proses pembelajaran atau dalam acara-acara resmi, masih terdengar dialek
bahasa daerah dari kalangan pemuda yang belum mahir berbahasa Indonesia
tersebut.
Hal ini saya alami sendiri, karena saya
berasal dari daerah yang dalam proses pembelajaran sewaktu SD sampai SMA,
kurang adanya penekanan untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Akibatnya, ketika saya sudah duduk di bangku perkuliahan, saya mengalami
hambatan dalam berbahasa Indonesia.
Dari kenyataan yang saya lihat di
kampus, ternyata tidak hanya saya yang mengalami hal yang demikian. Ada
beberapa teman saya yang juga mengalami kendala dalam berbahasa Indonesia
ketika berbicara di depan kelas, seperti pada saat presentasi dan saat
mengemukakan pendapat. Terkadang dalam mengemukan pendapat, terdengar
penyebutan kata dalam bahasa Indonesia yang masih diselingi dengan bahasa atau
dialek dari daerah mereka, misalnya pada kata “saya” dalam penyebutan menjadi
“saye”. Bahasa yang dibawa dari daerah
mereka masih sulit dihilangkan, sehingga penggunaan bahasa Indonesia di dalam
forum resmi yang dilakukan di kampus, masih ada gabungan unsur bahasa daerah.
Terlepas dari pengaruh bahasa
daerah, penggunaan bahasa Indonesia di kalangan pemuda juga dipengaruhi oleh
bahasa gaul yang sekarang banyak
digunakan oleh para remaja hingga orang dewasa sekalipun. Bahkan, terdapat
singkatan-singkatan yang menjadi trend masa
kini seperti : kepo (selalu ingin
tahu urusan orang lain), kudet
(kurang update), curcol (curhat colongan),
php (pemberi harapan palsu), dan
sebagainya.
Sering kali bahasa gaul yang diucapkan oleh
pemuda-pemuda Indonesia dinilai lumrah, padahal pada kenyataannya bahasa
tersebut dapat merusak penggunaan bahasa Indonesia di kalangan penerus bangsa. Sebagai
penerus bangsa, pemuda-pemuda Indonesia harus fasih berbahasa Indonesia tanpa
ada ‘embel-embel’ bahasa gaul di dalamnya.
Bahasa gaul tersebut sangat
berhubungan erat dengan bahasa alay
(anak lebay), karena kebanyakan pemuda yang mengaku ‘gaul’ sering menggunakan
bahasa alay dalam beberapa hal. Kata
yang sering digunakan adalah ciyus?
Miapah? yang artinya “serius? Demi
apa?”, lalu kata cemungut yang
artinya “semangat”, dan banyak lagi jenis bahasa alay yang sekarang sudah banyak diikuti oleh para pemuda Indonesia.
Bahasa alay yang mulai sering digunakan ini, seringkali dianggap sepele
oleh kalangan pemuda. Padahal dari hal kecil seperti itu, bisa berpengaruh
besar terhadap nilai kebahasaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Dikatakan
demikian, karena bahasa Indonesia yang baik dan benar, lama kelamaan akan
jarang digunakan dan kemungkinan akan terkontaminasi oleh bahasa alay tersebut. Oleh karena itu,
penggunaan bahasa alay di kalangan
pemuda seharusnya lebih dikurangi, agar nantinya tidak merusak kemurnian bahasa
Indonesia.
Selain itu, pencampuran bahasa
Inggris dalam bahasa sehari-hari juga ikut memengaruhi kaidah bahasa Indonesia.
Seringkali ditemukan dalam percakapan sesamanya, pemuda Indonesia
mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris, misalnya penggunaan
kata “maaf” yang diganti dengan kata “sorry”,
kata “iya” yang diganti dengan kata “okey”, pengucapan “terima kasih” yang diganti dengan
“thank you”, dan sebagainya. Terkadang
juga terdapat singkatan-singkatan dalam bahasa Inggris yang digunakan, seperti
: singkatan kata laugh of
loud (lol) yang artinya tertawa
terbahak-bahak, singkatan kata on the way
(otw) yang artinya sedang di jalan, singkatan kata get well soon (gws) yang artinya cepat sembuh, dan sebagainya.
Hal ini merupakan satu di antara
penyebab kurangnya rasa nasionalisme terhadap negara Indonesia di kalangan
pemuda. Kebanyakan menganggap, jika menggunakan bahasa Inggris dalam berbicara
itu ‘keren’ dan tak ketinggalan zaman. Padahal menggunakan bahasa sendiri di
negeri sendiri itu lebih baik daripada menggunakan bahasa negara lain.
Terlepas dari semua itu, mempelajari
bahasa Inggris memang baik dilakukan karena bahasa Inggris merupakan salah satu
bahasa dunia yang dapat memudahkan kita berbicara dengan orang asing. Namun,
sebagai orang Indonesia, kita diharuskan menggunakan bahasa Indonesia jika
berbicara dengan masyarakat Indonesia sendiri. Jangan sampai ketika kita
berbicara dengan orang Indonesia, kita menggunakan bahasa Inggris dan orang
yang diajak bicara tersebut menjadi kurang mengerti dengan apa yang kita
bicarakan.
Seperti yang tercantum pada Sumpah
Pemuda, kita sebagai seorang pemuda yang
nantinya akan menjadi penerus dan pembangun bangsa, wajib menjunjung tinggi
bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Jadikanlah bahasa Indonesia sebagai
bahasa kebanggaan, sebagai bahasa yang dapat mencerminkan karakter bangsa, dan
sebagai bahasa yang mampu menembus dunia luar (internasional).
I.R ^^
Penulis : Irma Sari